“Cara Anda menguasai situasi akan menunjukkan jati diri Anda yang sesungguhnya”
Saat jadi pejabat, hati-hatilah. Karena kentut pun perlu dikelola dengan baik. Mengapa? Bila tidak, kita akan jatuh terpuruk hanya gara-gara kentut.
Dan, jangan terburu-buru berburuk sangka saat Anda membaca judul tulisan ini, “manajemen kentut”. Saya tak bermaksud menertawakan kentut, karena itu dilarang oleh Rasulullah. Justru kalau kita mampu me-manage kentut dengan baik itu menunjukkan kecerdasan emosi yang tinggi. Lebih-lebih saat Anda menjadi pejabat publik atau singa podium alias penguasa mimbar. Cara Anda menguasai situasi akan menunjukkan jati diri Anda yang sesungguhnya.
Mari kita belajar dari Khalifah Umar bin Khatthab. Pernah dalam suatu majelis, di tengah khusuknya audiens mendengarkan ceramah dan kajian yang dipimpin oleh Umar bin Khatthab, tiba-tiba terdengarlah suara kentut yang keras. Kentut yang mengagetkan dan menggemparkan. Kentut yang bisa merusak wibawa dan mencemarkan nama baik pelaku atau penguasa saat itu.
Bagaimanakan fikih Umar dalam menghadapi situasi ini? Marahkah? No way. Umar lalu menyuruh seluruh jamaah yang hadir disitu untuk berdiri. Untuk apa?
Beliau perintahkan semua yang hadir disitu untuk berwudhu. Semua, tanpa pandang bulu, harus berwudhu. Untuk apa? Untuk menutup rasa malu pelaku. Menyelamtkan satu orang sama pentingnya menyelamatkan semua orang.
Lain tempat beda cara, meski esensinya sama;
manajemen kentut. Ini manajemen kentut ala seorang ulama yang sungguh luar biasa. Anda bisa? Simak dulu kisahnya.
Kisah tentang salafush-shalih yang satu ini bikin merinding bulu roma. Apa yang dilakukannya di luar kebiasaan, jauh sekali dengan cara kita selama ini. Namun benar-benar terjadi.
Suatu ketika, ulama ini berjumpa dengan seorang wanita. Berpapasan dalam sebuah keperluan di sekitar pasar. Lalu wanita itu buang anginm, kentut dengan sangat kerasnya. Dhuuuttt. Wanita itu malu bukan kepalang karena ada orang lain di dekatnya. Untuk menghapus rasa malu wanita itu, orang saleh ini bertindak seperti orang tuli, sehingga wanita tadi tak jadi malu dan kecewa. Luar biasa. Dan… yang lebih luar biasa lagi ternyata salafush-shalih ini terus “menulikan” telinganya hingga akhir hayatnya, semata demi menjaga diri dan menjauhkan rasa malu umatnya.
(Book of “Happy Ending Full Barokah” page 262-264)
seperti isi film sang pencerah akhi,,,bersyukurlah orang2 yg bs kentut,,,karna saynk@ allah ma hamba@...maka diciptakan alat pembuangan sisa makanan di tubuh qt,,, saya suka tulisan ini :)...ohya ,,,saya dengar,,,dedi mizwar juga ge menggarab film,,judul@ tuhan berikan kentut,,,bagus juga ya ide@,,,heheheh
BalasHapus