Ini kisahku, pengalaman unik nan mengesankan. Pengalaman yang ku dapat,
kala menjalani tugas pengabdian di tanah rencong, Aceh. Tugas mendidik
anak-anak di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal). Program SM-3T
namanya. Sarjana Mendidik di daerah 3T, program dari pemerintah (Dikti) yang
diselenggarakan melalui Universitas Negeri Yogyakarta. SMA Negeri 1 Tripe Jaya,
sekolah tempatku mengabdi. Sekolah yang berada di Kampung Rerebe, Kecamatan
Tripe Jaya, Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh. Meski bukan dalam bidang
pendidikan, cerita ini layak dibagi-bagi, karena menyangkut kebudayaan
masyarakat daerah tempat tugasku. Maaf kalau ada atau menyinggung SARA dalam
cerita ini. Semata-mata, hanya untuk memperbaiki pola pikir masyarakat. Siapa
tahu, dari cerita ini ada yang mampu memperbaiki, menyadarkan budaya masyarakat di sana. Kan ujung-ujungnya
juga demi kebaikan kita bersama, ya nggak? Amiin… Mari mulai saja kisahnya, jangan
berlama-lama pada intro.
Anda seorang pecinta sepak bola? Bagi yang menjawab ‘ya’, pasti tau dong istilah
‘derbi’ ? Eh, tapi bukan Derbi Romeo yang terkenal dengan lagu Gelora Asmaranya ya,
hehehehe… Ada yang tak tau arti derbi dalam sepak bola? Aku rasa bola mania
tentu tau dan akrab dengan kata yang satu ini. Dalam sepak bola, istilah derbi
berarti pertandingan yang mempertemukan klub sepak bola yang berada dalam satu
wilayah atau kota. Hayo, coba sebutkan contohnya! Baiklah. Derbi Della
Madonina, AC Milan vs Internazionale Milan; El Clasicco, Real Madrid vs
Barcelona; Derbi Della Capitale, AS Roma vs Lazio; atau Derbi Manchester,
Manchester United vs Manchester City. Waaaaah, 100 buat anda. Bagaimana saudara
semua? Barangkali tak asing di telinga laga derbi yang disebutkan tadi. Kenapa?
Karna, laga derbi yang disebutkan adalah laga derbi terpanas dalam dunia sepak
bola. Meski, masih banyak derbi-derbi lain yang tak kalah menarik dan
menegangkan.
Lantas, apa yang dipermasalahkan dengan derbi ini? Prestise. Ya, sepak bola
memilikim kaitan yang erat dengan prestise, atau lebih mudahnya harga diri.
Apalagi dalam laga derbi. Aroma prestise dalam laga derbi begitu kental. Ini
karena menyangkut harga diri, siapa tim terbaik dalam satu kota atau dalam satu
wilayah. Tim yang memenangi laga derbi, dianggap sebagai sang penguasa kota.
Tak hanya bagi pemain atau klub saja. Namun juga bagi para supporter sebagai pemain kedua belas, hingga masyarakat wilayah
tersebut. Karna dianggap sebagai laga pertaruhan harga diri, sering kali laga
derbi diwarnai pertandingan menjurus kasar dank eras, banjir kartu, hingga
kerusuhan antar-pemain atau antar-supporter.
Semua itu dilakukan semata-mata untuk mempertahankan prestise atau harga diri
tadi. Ya. memang sepak bola sangat erat hubungannya dengan prestise, terutama
dalam laga derbi.
Bagaimana dengan mistis dalam sepak bola? Adakah kaitannya? Bendera “My Game is Fair Play” yang selalu
dikibarkan sesaat sebelum suatu pertandingan sepak bola dimulai, mengharuskan
setiap klub menjunjung tinggi nilai-nilai sportivitas kala bertanding dengan
lawan-lawannya. Tak hanya sepak bola tentunya. Olahraga-olahraga lain pun pasti
mengharuskan menjaga sportivitas, baik antar-pemain, antar-klub, hingga antar-supporter. Tindakan diving, memukul
pemain, menghina wasit, dan rasialisme cerminan tindakan tak sportif yang tidak
disukai wasit, supporter, dan
penikmat sepak bola. Kartu kuning dan kartu merah, sanksi, larangan bermain,
dan denda dibuat dan dilaksanakan untuk mencegah dan menghindari, serta
menghukum bagi pemain atau pelatih yang ketahuan melakukan tindakan tak
sportif.
Apalagi, menggunakan kekuatan ghaib, mistis, sihir, guna-guna, dan
semacamnya dengan tujuan mencederai pemain, menjaga gawang agar tak kebobolan,
dan lainnya juga tidak diperbolahkan dilakukan dalam sepak bola. Namun,
sepertinya, dalam dunia modern saat ini sudah tak zaman lagi menggunakan
kekuatan mistis dalam sepak bola. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan,
serta berkembangnya pola pikir manusia yang semakin maju menghilangkan unsur
mistis dalam dunia sepak bola. Bahkan, sepertinya tidak ada lagi. Tak pernah
dalam tayangan televisi, baik di Indonesia ataupun di negara lain yang masih
menggunakan makhluk ghaib atau kekuatan mistis sebagai pemain kedua belas dalam
suatu pertandingan sepak bola. Ya, tak pernah dijumpai. Yang ada, pemain
tiba-tiba meninggal di lapangan. Namun bukan karna pengaruh kekuatan mistis
atau makhluk ghaib, melainkan karena serangan jantung, benturan kepala dengan
pemain lain, atau musibah lainnnya. Yang jelas, bukan karena adanya pengaruh
kekuatan mistis.
Lho… Lalu, bagaimana dengan judul cerita ini? Bukankah judulnya “Trophi
Perdana, antara Sepak Bola, Mistis dan Prestise”? berarti, harusnya ada
kaitannya antara sepak bola, mistis, dan prestise itu. Tapi, dari paparan di
atas, hanya disebutkan sepak bola hanya ada hubungannya dengan prestise.
Sedangkan mistis dan sepak bola tak dijelaskan, karna tidak ada hubungannya.
Waduh, siapa yang salah sekarang, judul ceritanya atau yang menulis dan membuat
judul cerita? Tidak ada yang salah, dan tak perlu ada yang disalahkan, apalagi
saling menyalahkan. Judul cerita ini memang benar kok. Suer deh. Gak percaya?
Biar ku ceritakan ya. Agar percaya, bahwa ternyata memang masih ada sepak bola
yang menggunakan kekuatan mistis atau makhluk ghaib sebagai pemain kedua belas
saat pertandingan di lapangan. Ini fakta lho, sama sekali tidak mengada-ada. Aku
melihat dengan mata kepala secara langsung, juga terlibat dalam pertandingan
itu. Bahkan, aku juga hampir menjadi korban. Namun Alhamdulillah tak terjadi.
Penasaran? Mau tau ceritanya? Let’s check it out guys. Dibaca baik-baik dan
pelan-pelan ya…
Kamis, 27 September 2012. Cerita ini bermula dari keikutsertaan sekolahku
dalam turnamen sepak bola se-kecamatan Tripe Jaya, yang diselenggarakan di
Kampung Pulau Gelime -salah satu kampung di kecamatan Tripe Jaya-. Ingat! Meski
seorang guru, aku juga ikut bermain ya. Bahkan menjadi pemain utama, tak
tergantikan di lini pertahanan tim sekolahku. Bukan karna terlampau hebat sih.
Tapi, lebih karena aku seorang guru, agar ada yang memimpin tim, hehehe.
Sebenarnya, aku ditunjuk sebagai kapten tim. Namun, dengan alibi bahasa aku tak
mau. Takut ada kata-kata yang tak ku mengerti. Jadi lebih baik siswa asli sana
saja. Partnerku di lini belakang, Saddam Husein B yang aku pilih
menggantikanku. Selain jago sepak bola, ia juga kelas XII. Jadi pasti dihormati
oleh adik-adiknya, pemain yang lain.
Hingga hari itu, tim sepak bola sekolahku masih mulus melaju ke babak
semifinal. Untuk mencapai itu, kami bermain 3 kali dalam penyisihan dan menang
di laga 8 besar. Sesuai judul ceritaku, dalam pertandingan semifinal inilah,
fakta bahwa sepak bola ada hubungannya dengan mistis dan prestise terkuak. Sebelum
pertandingan dimulai pun aroma mistis sudah tercium. Sebelum keberangkatan tim
sekolahku ke lapangan, kami semua berkumpul di rumah Banta Sam -siswa kelas XI
IPA, salah satu anggota tim sepak bola sekolahku. Usut punya usut, kami akan
diberi pagar ghaib, untuk mencegah agar tak terjadi hal yang tidak diinginkan
kala bertanding nanti. Ya. Ayah Banta memang terkenal sebagai dukun -orang
pintar- di Kampung Rerebe. Tapi tenang, aku tidak ikut kok. Aku hanya menunggu
di luar rumah. Tak kusebutkan alasannya pada ayah Banta, atau pada pelatih dan
manajer tim kami, Pak Suriadi -Guru Penjas sekaligus Wakil Kepala Sekolah
Urusan Kesiswaan-. Hanya dalam hati. Aku masih punya Allah, yang pasti bisa
menjagaku dari pengaruh-pengaruh negatif, meski kekuatan mistis sekalipun.
Pertandingan babak semifinal pun dimulai dengan bunyi peluit wasit. Tim sekolahku
melawan Kampung Pasir, kampung tuan Rumah -bersama Kampung Pulau Gelime-. Aura
prestise begitu kentara dalam pertandingan ini. Maklum, lawan kami tim tuan
rumah. Dukungan supporter sangat
banyak, apalagi karna Kampung Pulau Gelime tak maju ke semifinal. Alhasil dua
kampung bersatu mendukung tim lawan kami. Kami pun tak mau kalah saing.
Dukungan dari siswa lain, guru, dan masyarakat Kampung Rerebe, memacu semangat
kami untuk mengalahkan tuan rumah. Gengsi, sarat akan prestise. Tentu kalau
menang, tim sekolahku berhak maju ke final. Ditambah, Kampung Rerebe juga masuk
semifinal. Jika kami dan Kampung Rerebe menang, tentu All Rerebian Final
terjadi. Dan dari segi prestise, tentu harga diri kami, sekolah, dan Kampung
Rerebe secara otomatis akan melambung. Kampung Rerebe berhak mendapat cap
sebagai kampung penguasa kecamatan Tripe Jaya. Terikan, ejekan, yel-yel terus
dikumandangkan oleh kedua supporter
tim. Hingga membuncah kala tim sekolahku berhasil menciptakan gol. Ejekan dan
teriakan supporter kami makin keras
dan kencang. Seakan tak percaya, supporter
tuan rumah terhenyak seketika. Hingga pertandingan hamper berakhir kami yakin
akan memenangkan pertandingan.
Hanya saja, dua menit jelang pertandingan berakhir, pendukung Kampung Pasir
berbalik bersorak-sorai. Gol lewat titik dua belas pas, menyelamatkan Kampung
Pasir dari kekalahan. Tak lama setelah gol penalti itu, peluit tanda
berakhirnya pertandingan ditiup sang wasit. Skor imbang 1 – 1 mengharuskan
pertandingan dilanjutkan dengan babak perpanjangan waktu.
Nah. Di babak perpanjangan waktu inilah, kekuatan mistis mulai ikut
bermain, sebagai pemain kedua belas, meski tak tampak secara kasat mata. Korban
pertamanya adalah kapten tim sekolahku, Saddam Husein B. Awalnya, ia
berbenturan betis dengan pemain Kampung Pasir. Cukup keras hingga ia harus
dipapah ke luar lapangan. Namun, tak lama kemudian, ia tak sadarkan diri di
sudut gawang. Katanya sih kesurupan. Tapi, aku tak tau kelanjutannya karna
harus melanjutkan pertandingan. Terpaksa, Saddam harus digantikan pemain
lainnya. Oleh pelatih, Saddam digantikan oleh Hasim Kadri. Rotasi pun aku
lakukan di lini belakang. Muhhammad Fatuwa, yang tadi bermain sebagai bek
kanan, aku geser menjadi bek tengah. Sedang Hasim, yang sejatinya bek kanan,
tetap di bek kanan mengisi posisi Fatuwa. Beberapa menit kemudian, giliran
pemain Kampung Pasir yang tergeletak di pinggir lapangan. Terkapar, tak
sadarkan diri. Entah kenapa, tapi awalnya bertabrakan dengan teman sendiri.
Kabar yang aku dengar juga mengatakan kalau ia terkena guna-guna, kesurupan
lagi.
Peluit tanda berakhirnya babak kedua perpanjangan waktu terdengar. Tak ada
gol tercipta. Pertandingan harus dilanjutkan dengan adu penalti, untuk
menentukan kepastian siapa yang berhak maju ke final. Dalam adu penalti ini pun
tak luput dari permainan kekuatan mistis. Korbannya adalah Muhammad B, penjaga
gawang tim sekolahku. Dari adu penalti ini, kami menang dengan skor 3 – 1. Kami
pun berhak maju ke babak final. Sorak-sorai pendukung kami membahana,
menciutkan nyali supporter tuan
rumah. Selebrasi mengitari lapangan kami lakukan, sebagai bukti bahwa tim
kamilah yang terbaik, yang mampu lolos ke final, meski lawannya tim kuat plus
tuan rumah. Namun, kemenangan ini menyisakan sedikit masalah. Begitu kami
istirahat, sang kiper tiba-tiba menangis keras luar biasa, sambil memegang erat
kaki kiri kakaknya sendiri. Kembali, kekuatan mistis penyebabnya. Memang, dari
adu penalti, aura guna-guna sudah mengincar Muhammad. Kata orang pintar kami,
saat adu penalti, memang Muhammad telah diguna-guna. Mukanya sudah putih pucat.
Bahkan, sebelum kesurupan, ia sudah tak sadar kalau ia bisa menahan 3 tendangan
penalti. Perhatian semua mengarah kepada Muhammad yang kesurupan dengan
tangisan keras. Orang pintar dari kampung kami berusaha untuk mengeluarkan
makhluk ghaib yang merasuki tubuh Muhammad. Yang lain memastikan, agar pemain
tim sekolahku tak ikut-ikutan kesurupan. Untuk menghindari kesurupan, semua
pemain diajak ke sebuah sungai, dan disuruh untuk mandi. Saat mandi, tampak si
dukun mengusap-usap kepala dan punggung kami dengan daun-daunan. Aku pun tak
bisa menolak kali ini. Terpaksa, aku ikut mandi saja. Daripada aku jadi korban
kesurupan berikutnya. Meski, asyik juga, lelah habis bermain terbayarkan dengan
air sungai yang dingin, hehehehe…
Oh ya. malam harinya, kami semua berkumpul di rumah Muhammad. Dari cerita
dukun kami di rumah Muhammad inilah, aku tau kalau aku sebenarnya aktor utama
yang diincar oleh kekuatan mistis saat pertandingan. Aku tak tau, karna mereka
semua berbicara dengan bahasa gayo, bahasa yang saat itu hingga kini belum aku
kuasai. Pak Erdy yang memberi tau. Aku memang yang diincar, namun katanya
makhluk ghaib itu tak bisa masuk ke dalam tubuhku. Akhirnya, beralih ke
partnerku tadi, si Saddam Husein B. Alhamdulillah, anggapanku, do’a-do’a yang
aku baca pada awal pertandingan yang menjagaku. Bukan do’a sebenarnya, namun
Allah Yang Maha Kuasa. Allah lah yang menjagaku, sehingga terhindar dari
pengaruh guna-guna ini.
Begitulah. Kejadian mistis yang terjadi dalam sepak bola. Kejadian ini,
membenarkan bahwa dalam sepak bola tak hanya prestise, namun, kekuatan mistis
juga ikut bermain sebagai pemain kedua belas, bukan lagi supporter. Mungkin ini hanya terjadi di Tripe Jaya. Daerah yang
memang masih cukup kental akan budaya mistisnya. Tak hanya dalam sepak bola.
Kesurupan sering terjadi, baik di sekolah maupun di kampung. Budaya yang tidak
baik tentunya. Semoga, ke depan pola pikir masyarakat berubah, dan
menghilangkan tradisi menggunakan kekuatan mistis, guna-guna, dan semacamnya.
Dapat disimpulkan kan, kalau judul cerita ini benar. Karna memang ada kaitan
antara sepak bola, mistis, dan prestise. Bukti faktanya, yang aku ceritakan
ini.
Eh, bagaimana dengan trophi perdana? Ini dia. Pada laga semifinal lainnya,
mempertemukan Kampung Rerebe dan Kampung Perlak. Mistis dan prestise pun tak
luput dalam pertandingan ini. Bahkan, makin banyak korbannya. Tak
tanggung-tanggung, 4 pemain Kampung Rerebe kesurupan secara bergantian di
lapangan. Pertandingan pun ditunda, karna kerusuhan antar-supporter. Saat pertandingan dilanjutkan esok harinya pun sama, kerusuhan
terjadi kembali. Aroma prestise tentu penyebabnya. Bahkan, karna kerusuhan ini,
pertandingan akhirnya diselesaikan dan turnamen dibatalkan. Yah, sayang sekali
tentunya. Kami tak jadi bermain di final. Meski, kami sudah pasti minimal juara
dua, dan memboyong trophi ke sekolah. Inilah trophi perdana yang aku maksud.
Trophi perdana bagiku, bagi kami, dan bagi sekolahku. Suatu kebanggaan
tersendiri bagiku, bisa menanugerahkan trophi perdana yang kini dipajang di
ruang kepala sekolahku. Tak hanya bagiku, tapi juga bagi kami, tim sepak bola
SMA Negeri 1 Tripe Jaya.
Meski baru bermain sampai semifinal, sekolahku juga berhak menjadi juara
pertama turnamen ini. Musyawarah yang menentukan. Hasil musyawarah menentukan,
tim sekolahku menjadi juara pertama. Sedang juara dua, milik bersama Kampung
Rerebe dan Kampung Perlak, dan juara ketiga diraih Kampung Pasir. Alasannya,
karna tim sekolahku yang sudah pasti masuk final. Sedangkan tim Rerebe dan Perlak
tak mampu menyelesaikan pertandingan, dan Kampung Pasir sudah kalah. Alhasil,
trophi perdana juara satu turnamen sepak bola se-kecamatan Tripe Jaya kami
boyong ke sekolah. Ya, trophi perdana sekolahku. Memang sejak berdiri tahun
2009, di sekolahku tak ada satupun trophi. Ini menjadi kebanggaan tersendiri
bagiku, juga bagi siswa, terutama yang ikut membela dan menjadi bagian tim
sepak bola sekolah. Kebanggaan bisa memberi trophi perdana bagi sekolahku.
Seperti dalam film Laskar Pelangi, begitu bangganya saat berhasil meraih trophi
perdana bagi sekolahnya. Demikian juga bagiku.
Sahabat, demikianlah kisah mengesankan ini. Kisah yang aku beri judul
“Trophi Perdana, antara Sepa Bola, Mistis, dan Prestise”. Kisah pengalaman unik
yang aku dapat saat hampir berakhir masa tugas pengabdianku, yang berakhir 20
Oktober 2012. Kisah yang sulit untuk dilupakan tentunya. Namun, sebenarnya
tradisi seperti itu harus dihilangkan. Ini menjadi PeEr bagiku, atau bagi
sahabat semuanya. PeEr untuk menghilangkan tradisi semacam itu. Tradisi yang
tidak baik bukan. Makanya, harus segera dihilangkan. Namun tantangannya cukup
berat, karna ini menyangkut budaya masyarakat. Kalau sudah jadi budaya, tentu
susah diubah atau dihilangkan. Ke depan, semoga dari cerita ini budaya-budaya negatif,
yang tidak sesuai dengan ketentuan agama bisa dihilangkan. Jangan malah ditiru
ya. terakhir, semoga cerita ini bermafaat bagi siapa saja yang membacanya. Dan
mungkin, menjadi sarana bagi kita untuk meningkatkan kadar kualitas iman dan
taqwa kita kepada Allah Yang Maha Kuasa. Amiin yaa Rabbal’alamin…
Tambahan;
Foto-foto tentang kisah aku....
Penyerahan Trophi dari Ketua OSIS ke Kepala Sekolah
Penyerahan Trophi Perwakilan Tim ke Ketua Osis
Foto Bersama Tim dengan Wakil Kepala Sekolah dan Pelatih
Skuad Utama Tim Sepak Bola SMA N 1 Tripe Jaya 2012-2013
Suasana Saat Pertandingan di Lapangan Kampung Pulau Gelime, Trie Jaya
Kosttum No. 3 (Kostum Tim yang Aku Pakai Kala Bertanding)