Jadilah engkau..
Orang yang...
Kehadirannya diharapkan,
Suaranya didengar,
Kebaikannya ditiru, dan
Gagasannya dilanjutkan...

Kanzii Adzi,

Think Fresh, Do The Best

Selasa, 08 November 2011

Tangan di Atas Selalu Lebih Baik


Ada pepatah bahkan nasehat yang mengatakan, “tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah”. Mungkin inilah dasar atas kisah pendek inspiratif ini. Kisah nyata yang saya alami…Semoga bermanfaat… Selamat menikmati……

………



Kala itu …
Sabtu, 23 Oktober 2010, jam tangan saya menunjukkan pukul 14.39 wib. Di antara gerbong 2 dan 3 kereta Pasundan (Surabaya – Kiara Condong), saya menikmati suasana kereta ekonomi yang panas, ramai, dan pasti dalam kondisi berdiri tanpa tempat duduk. Bersama puluhan orang lain, penjual, pengamen, pengemis, dan orang dengan tugas lain masing-masing. Perjalanan dari stasiun lempuyangan (Djokdja) menuju stasiun kroya (kampung halaman/Cilacap)……

Pilihan saya… Lebih baik duduk atau berdiri pada sambungan kereta, dekat pintu masuk kereta karena kondisi sejuk, sepoi semilir angin. Daripada harus berdesak-desakkan di dalam gerbong kereta.. Bersama saya, seorang perempuan tua yang juga memanfaatkan fasilitas kereta ini sebagai alat transportasi yang kami anggap paling murah diantara transportasi umum yang lain (sebelum ada kenaikan tarif)……

Berbeda dengan saya yang naik kereta dari jogja, perempuan tua berambut panjang dan diikat ke belakang ini memakai celana warna hitam dan kaos berkerah warna biru. Tak lupa, sebagai perhiasan tangannya, dia gunakan dua karet gelang warna merah dan kuning sebagai gelang. Tak ketinggalan, sebagai dompet (tempat menaruh uang), ia gunakan selendang warna merah jambu yang diikat simpul mati bagian tengahnya. Tak hanya itu, barang bawaannya begitu banyak. Apa yang dibawa? Ya, 3 karung yang berisi jeruk peras. Dalam benak saya, ibu itu ialah seorang penjual jeruk peras di daerahnya. Ia juga membawa keranjang plastik yang tak tau digunakan untuk apa…

Lantas…
dimana kisah inspiratifnya? Tanda tanya besar tentunya kawan… Baiklah kita lanjutkan cerita ini… Selamat meneruskan membacanya……

Tentunya, yang sudah pernah naik kereta ekonomi tau, bahwa ada banyak cara untuk mengais rezeqi di dalam kereta. Ada yang berjualan, sewa bantal, charge baterai handphone, ngamen, meminta-minta, sapu gerbong, dan yang lainnya. Sayang, kareha hanya berdiri dan sesekali duduk di atas sambungan kereta, kami berdua tidak bisa memanfaatkan secara maksimal fasilitas kereta ini.

Saat perjalanan…… Ada penjual es lewat.. “Es...es...es...es teh, es kacang ijo santen, jahe anget…Ora enak, ora mbayar”, teriak sang penjual. Ternyata, perempuan ini tertarik dan membeli es kacang hijau tersebut. Hanya dengan seribu rupiah es ini bisa didapat. Ternyata, si ibu juga membawa bekal, berupa snack camilan (kerupuk). Sambil menyantap kerupuk yang dibawanya, sesekali perempuan ini menikmati manis dan dingin es itu. Karena saya pernah mencoba, jadi saya juga tau rasanya,hehehehehe……

Saat menikamti bekal, lewatlah seorang perempuan tua sebaya dan menggendong anak perempuan kecilnya di depan. Ternyata, perempuan ini seorang peminta-minta kepada setiap penumpang di kereta. Dengan ikhlasnya, tanpa pikir panjang, ia keluarkan uang receh dari dalam ikatan selendangnya. Kemudian, ia tarik perempuan tua sebaya itu, dan memberikan uang yang diambilnya tadi kepada anak perempuannya… Saya pun, memberi sedikit dari uang receh yang sengaja saya bawa dari jogja……

 
Beberapa menit kemudian, lewat lagi peminta-minta, kali ini seorang laki-laki tua menggunakan tingkat sebagai alat bantu jalan. Mohon maaf, laki-laki ini memang sudah memiliki penglihatan yang kurang, sehingga harus memakai tongkat untuk berjalan. Lewat di samping kami, perempuan tua itu kembali mengambil uang dari selendang dan memberikannya kepada laki-laki tua ini. Kali inoi selembar uang seribu rupiah yang ia keluarkan. Saya mulai kagum dan takjub kepada sang ibu……

Tak lama, kembali lewat peminta-minta di samping kami. Tak perlu saya sebutkan ciri-ciri fisik si peminta-minta tadi ya. Kurang sopan tampaknya. Apa yang dilakukan perempuan tua di sebelah saya? Tentu kawan-kawan sudah bisa menebak dan melanjutkan sendiri kisah ini. Ya, benar sekali. Lagi-lagi, ibu ini mengeluarkan uang dari selendangnya dan memberikannya kepada peminta-minta… Selalu begitu, dan mungkin seterusnya hingga ia sampai di stasiun tujuannya…

Yang saya heran, hanya peminta-minta sajalah yang dikasih uang oleh perempuan ini. Pengamen dan penyapu ruangan tak bisa mendapat rezeqi dari sang ibu. Lantas, yang saya kagum adalah keikhlasan perempuan ini untuk berbagi rezeqi kepada yang membutuhkan. Mungkin, saya dan kawan-kawan belum bisa seikhlah perempuan ini. Bahkan, mungkin ada juga yang menghindarinya………

Akhir kisah, di stasiun gombong perempuan ini duduk di atas karung berisi jeruk yang dibawanya. Ia lelah, dengan mata yang sayup-sayup, ia merebahkan kepalanya dengan posisi miring. Dengan kondisi yang jelas tidak nyaman, perempuan ini bisa beristirahat dan tidur dengan pulasnya,………

………

Saya lantas, beralih ke sambungan gerbong depan karena sebentar lagi sampai di stasiun kroya, tujuan akhir saya. Sambil bergegas berjalan dalam benak saya, “Terima kasih bu, atas apa yang kau ajarkan padaku. Terima kasih untuk inspirasi keikhlasanmu, engkau lah satu dari sekian banyak orang yang menginspirasiku”.…

Kan ku coba sebisa mungkin ikhlas seperi engkau…
Kan ku kenang engkau dalam coretan tanganku,
sebagai nasehat dalam hidupku saat ini,
dan kelak kan ku ajarkan pada kawan dan anak-anakku, insya Allah.
Terima kasih bu… Engkaulah inspirasi ku………

Tidak ada komentar:

Posting Komentar