Ada pepatah
bahkan nasehat yang mengatakan, “tangan di atas lebih baik daripada tangan di
bawah”. Mungkin inilah dasar atas kisah pendek inspiratif ini. Kisah nyata yang
saya alami…Semoga bermanfaat… Selamat menikmati……
………
Kala itu …
Sabtu, 23 Oktober
2010, jam tangan saya menunjukkan pukul 14.39 wib. Di antara gerbong 2 dan 3
kereta Pasundan (Surabaya – Kiara Condong), saya menikmati suasana kereta
ekonomi yang panas, ramai, dan pasti dalam kondisi berdiri tanpa tempat duduk.
Bersama puluhan orang lain, penjual, pengamen, pengemis, dan orang dengan tugas
lain masing-masing. Perjalanan dari stasiun lempuyangan (Djokdja) menuju
stasiun kroya (kampung halaman/Cilacap)……
Pilihan saya…
Lebih baik duduk atau berdiri pada sambungan kereta, dekat pintu masuk kereta
karena kondisi sejuk, sepoi semilir angin. Daripada harus berdesak-desakkan di
dalam gerbong kereta.. Bersama saya, seorang perempuan tua yang juga
memanfaatkan fasilitas kereta ini sebagai alat transportasi yang kami anggap
paling murah diantara transportasi umum yang lain (sebelum ada kenaikan
tarif)……
Berbeda dengan
saya yang naik kereta dari jogja, perempuan tua berambut panjang dan diikat ke
belakang ini memakai celana warna hitam dan kaos berkerah warna biru. Tak lupa,
sebagai perhiasan tangannya, dia gunakan dua karet gelang warna merah dan
kuning sebagai gelang. Tak ketinggalan, sebagai dompet (tempat menaruh uang),
ia gunakan selendang warna merah jambu yang diikat simpul mati bagian
tengahnya. Tak hanya itu, barang bawaannya begitu banyak. Apa yang dibawa? Ya,
3 karung yang berisi jeruk peras. Dalam benak saya, ibu itu ialah seorang
penjual jeruk peras di daerahnya. Ia juga membawa keranjang plastik yang tak
tau digunakan untuk apa…
Lantas…
dimana kisah
inspiratifnya? Tanda tanya besar tentunya kawan… Baiklah kita lanjutkan cerita
ini… Selamat meneruskan membacanya……
Tentunya, yang
sudah pernah naik kereta ekonomi tau, bahwa ada banyak cara untuk mengais
rezeqi di dalam kereta. Ada yang berjualan, sewa bantal, charge baterai handphone,
ngamen, meminta-minta, sapu gerbong, dan yang lainnya. Sayang, kareha hanya
berdiri dan sesekali duduk di atas sambungan kereta, kami berdua tidak bisa
memanfaatkan secara maksimal fasilitas kereta ini.
Saat perjalanan……
Ada penjual es lewat.. “Es...es...es...es teh, es kacang ijo santen, jahe
anget…Ora enak, ora mbayar”, teriak sang penjual. Ternyata, perempuan ini
tertarik dan membeli es kacang hijau tersebut. Hanya dengan seribu rupiah es
ini bisa didapat. Ternyata, si ibu juga membawa bekal, berupa snack camilan
(kerupuk). Sambil menyantap kerupuk yang dibawanya, sesekali perempuan ini
menikmati manis dan dingin es itu. Karena saya pernah mencoba, jadi saya juga
tau rasanya,hehehehehe……
Saat menikamti
bekal, lewatlah seorang perempuan tua sebaya dan menggendong anak perempuan
kecilnya di depan. Ternyata, perempuan ini seorang peminta-minta kepada setiap
penumpang di kereta. Dengan ikhlasnya, tanpa pikir panjang, ia keluarkan uang
receh dari dalam ikatan selendangnya. Kemudian, ia tarik perempuan tua sebaya itu,
dan memberikan uang yang diambilnya tadi kepada anak perempuannya… Saya pun,
memberi sedikit dari uang receh yang sengaja saya bawa dari jogja……
Beberapa menit
kemudian, lewat lagi peminta-minta, kali ini seorang laki-laki tua menggunakan
tingkat sebagai alat bantu jalan. Mohon maaf, laki-laki ini memang sudah
memiliki penglihatan yang kurang, sehingga harus memakai tongkat untuk
berjalan. Lewat di samping kami, perempuan tua itu kembali mengambil uang dari
selendang dan memberikannya kepada laki-laki tua ini. Kali inoi selembar uang
seribu rupiah yang ia keluarkan. Saya mulai kagum dan takjub kepada sang ibu……
Tak lama, kembali
lewat peminta-minta di samping kami. Tak perlu saya sebutkan ciri-ciri fisik si
peminta-minta tadi ya. Kurang sopan tampaknya. Apa yang dilakukan perempuan tua
di sebelah saya? Tentu kawan-kawan sudah bisa menebak dan melanjutkan sendiri
kisah ini. Ya, benar sekali. Lagi-lagi, ibu ini mengeluarkan uang dari
selendangnya dan memberikannya kepada peminta-minta… Selalu begitu, dan mungkin
seterusnya hingga ia sampai di stasiun tujuannya…
Yang saya heran,
hanya peminta-minta sajalah yang dikasih uang oleh perempuan ini. Pengamen dan
penyapu ruangan tak bisa mendapat rezeqi dari sang ibu. Lantas, yang saya kagum
adalah keikhlasan perempuan ini untuk berbagi rezeqi kepada yang membutuhkan.
Mungkin, saya dan kawan-kawan belum bisa seikhlah perempuan ini. Bahkan,
mungkin ada juga yang menghindarinya………
Akhir kisah, di
stasiun gombong perempuan ini duduk di atas karung berisi jeruk yang dibawanya.
Ia lelah, dengan mata yang sayup-sayup, ia merebahkan kepalanya dengan posisi
miring. Dengan kondisi yang jelas tidak nyaman, perempuan ini bisa beristirahat
dan tidur dengan pulasnya,………
………
Saya lantas,
beralih ke sambungan gerbong depan karena sebentar lagi sampai di stasiun
kroya, tujuan akhir saya. Sambil bergegas berjalan dalam benak saya, “Terima
kasih bu, atas apa yang kau ajarkan padaku. Terima kasih untuk inspirasi
keikhlasanmu, engkau lah satu dari sekian banyak orang yang menginspirasiku”.…
Kan ku coba
sebisa mungkin ikhlas seperi engkau…
Kan ku kenang
engkau dalam coretan tanganku,
sebagai nasehat
dalam hidupku saat ini,
dan kelak kan ku
ajarkan pada kawan dan anak-anakku, insya Allah.
Terima kasih bu…
Engkaulah inspirasi ku………
Tidak ada komentar:
Posting Komentar