Kisah ini saya dapat ketika berjaulah ke Kampus Institut Teknologi Bandung, tepatnya Ahad 14 November 2011. Sayang, karena keterbatasan usaha, baru hari ini saya publikasikan. Tetapi, insya Allah semoga tetap menjadi bahan inspirasi buat kita semua. Amiin……
RaPimNas I FSLDK Indonesia. Inilah tujuan saya dan kawan-kawan berjaulah ke kampus ITB ini. Rapat para pimpinan dari seluruh Indonesia yang tergabung dalam naungan Forum Silaturrahim Lembaga Dakwah Kampus Indonesia. Saya merupakan perwakilan Badan Pekerja Nasional (BPNas FSLDK) untuk wilayah Jogja. Kontingen dari Jogja ada 7 orang, 5 orang dari UNY dan 2 orang dari UGM…
………
Ahad, 14 November
2011… Adalah hari terakhir saya dan kawan-kawan berada di Kota Bandung Lautan api
ini. Karena senin kami harus sudah kembali beraktiviatas di kampus, otomatis
harus segera bergegas meninggalkan kota peyem ini. Karena keterbatasan dana,
sengaja kami selalu menggunakan kereta ekonomi sebagai alat transportasi untuk
bepergian ke kota lain. Kampus ITB cukup jauh dari stasiun kereta api sehingga kaami
harus naik mobil untuk menuju ke sana. Ternyata, panitia dari pihat ITB tidak
menyediakan mobil seperti kala pertama datang. Tak ada mobil untuk mengantar kami
ke stasiun.
Putusan kami, dan
panitia juga, menggunakan angkot. Kami bersyukur, sebagai pengganti mobil,
biaya naik angkot menjadi tanggungan panitia. Tak hanya itu, kami yang dari
jogja pun diantar hingga stasiun oleh perwakilan panitia, demi keamanan dan
kenyamanan kita. Kami naik angkot menuju stasiun dengan dikawal satu sepeda
motor.
………
Nah…
Di dalam angkot
inilah saya temukan inspirasinya. Tak jauh, dari seorang supir angkot yang kita
naiki. Seorang lelaki muda, yang rela menggunakan masa-masa bermainnya,
layaknya anak-anak yang lain, hanya untuk membantu ekonomi diri sendiri dan
keluarganya. Menggantikan tugas ayahnya yang tidak bisa setiap hari menarik
angkot………
“Keluargaku
semuanya sopir angkot mas”, kata lelaki itu dalam salah satu percakapannya
dengan kami. Memang benar. Ia, ayah, dan empat kakaknya semuanya bekerja
sebagai sopir angkot. Lelaki ini anak yang terakhir, dan masih duduk di bangku
Sekolah Menengah Kejuruan. Ia mengambil jurusan teknik mesin di SMK Merdeka
Bandung……
Inspirasinya
mana…???
Ya… Kembali ke
judul kisah ini. Angkot, wahana bermainku. Jelas, inspirasinya adalah lelaki
itu merelakan waktu luang dan waktu libur sekolahnya, demi menarik angkot. Tak
seperti anak lainnya, waktu luang dan libur sekolah kebanyakan digunakan untuk
bermain. Ia rela, sepulang sekolah ataupun kala libur sekolah datang, tidak
menikmati masa kanak-kanaknya untuk bermain seperti kebanyakan anak lainnya. Ia
malah memilih, bahkan mungkin terpaksa, harus meninggalkan kesengannya. Ia
harus menarik angkot, menggantikan ayahnya, demi memenuhi kebutuhan pribadi dan
keluarganya.
Kawan……
Inilah inspirasi
dari lelaki muda itu. Inspirasi, yang membelajarkan saya, bahkan mungkin anda
semua. Dari sini kita belajar, bagaimana ia rela menggunakan dan menikmati masa
bermainnya di dalam angkot untuk mencari rezeqi.
Kita belajar,
bagaimana seorang anak yang rela meninggalkan masa bermainnya seharihari.
Belajar bagaimana ia harus bekerja keras demi kehidupan diri dan keluarganya
agar lebih baik……
Semoga,……
kita bisa
terinspirasi dari lelaki ini…
Bisa belajar,
bisa termotivasi, dan bangkit,…
dari apa yang
kita lakukan selama ini.…………
Yang masih
malas-malasan,
yang masig sering
bermain tanpa kenal waktu,
yang masih
menghambur-hamburkan uang dari orang tua,
dan yang masih
manja, kekanak-kanakkan………
Saatnya……
Kita bangkit,
ubah itu semua……
Buktikan…
kalau ia bisa,
kenapa kita tidak…!!!
dari sini kita juga belajar untuk besyukur dengan keadaan kita, setidaknya di masa muda kita masih punya kesempatan untuk menimba ilmu sepuasnya, belum dibebani kwajiban mencari nafkah... :)
BalasHapus